Wednesday, April 11, 2007

DH - The Inferi land

Character: Harry Potter, Ron Weasley, Hermione Granger, Remus Lupin, Peter Pettigrew, Vernon Dursley, Petunia Dursley, Dudley Dursley, Arabella Figg.

Harry Potter, names, characters and related indicia
are copyright and trademark Warner Bros., 2000
----------------------------------------------------------

—Chapter Two—
The Inferi Land


Harry hanya bisa berdiri diam. Pikirannya berpacu. Pandangannya terfokus ke televisi baru Dudley di ruang makan, yang dengan penuh ketakutan sedang menayangkan berita khusus, memotong acara favorit Aunt Petunia “Celebrity Corner”. Uncle Vernon dan Aunt Petunia menonton TV dengan atmosfer kengerian menyelubungi mereka semua. Dudley mengintip dari belakang bahu ayahnya. Wajahnya menyiratkan ketakutan yang sama besar.

“... para ahli belum dapat menyimpulkan apa yang menyebabkan kehancuran misterius yang menerpa kota London dan sekitarnya. Walau dapat dilihat langsung dari liputan McKinsley yang sekarang sedang mengudara di atas London. Silahkan, Saudara McKinsley.”

Terlihat seorang pria pucat bertopi GMTV berbicara keras pada kamera melawan suara helikopter yang berkeliling diatas sisa-sisa kota London di malam yang suram ini.

“Terimakasih, Ben. Dapat kita lihat dari atas sini, apa yang telah menjadi sisa kota London. Saya dapat melihat banyak orang panik yang berusaha keluar dari kota. Hampir semua jalan raya dipenuhi mobil. Laju kecelakaan di London tidak pernah setinggi ini. Tampaknya semua orang panik dan takut akan ketidakmampuan pemerintah mengatasi terror yang menurut sebagian orang—tak terlukiskan. Bagaimana orang bisa tenang, melihat rumah-rumah dan gedung-gedung di kota mendadak runtuh, pohon-pohon tercabut dari akarnya, dan banyak penduduk yang meninggal begitu saja, tanpa ada sedikitpun bekas luka. Kota ini sudah menjadi tanah pembantaian..”

Harry bergabung dengan keluarga Dursley, tidak bisa berkata-kata. Semua anggota keluarga Dursley melihat Harry dengan pandangan aneh, namun tidak mengucap sepatah katapun. Mereka berpaling ke televisi lagi, ketika lelaki bernama McKinsley itu berbicara lagi.

“... oh ya, pemirsa dimanapun kalian berada, kami baru saja mendapat laporan dari bagian Selatan kota, mereka baru saja melaporkan tentang monster-monster besar yang sedang mengubrak-abrik kota. Ya Tuhan, tampaknya... itu... itu raksasa. Darimana muncul monster mengerikan seperti itu!” Kamera lalu diarahkan ke bagian Selatan kota, dimana dari kejauhan dapat dilihat dengan jelas sekumpulan raksasa yang sedang menghancurkan kota dengan jauh lebih efektif dari pada apapun.

“Oh, Vernon. Apa yang harus kita lakukan?” sedu Petunia penuh ketakutan, tangannya menyambar lengan besar Vernon. Namun tampaknya Uncle Vernon tidak mendengarnya.

“Apa yang sebenarnya direncanakan orang-orang di duniamu?” tuding Vernon tajam pada Harry, yang segera sadar Voldemort telah melancarkan serangannya dengan merajalela, melihat tidak ada lagi Dumbledore.

“Ini ulah Voldemort. Aku tak tahu apa sebenarnya yang dia inginkan, tapi aku rasa dia ingin menduduki kementrian sihir. Mengancam dia akan memusnahkan dunia muggle jika Mentri Sihir tidak memberikan jabatannya. Dia juga melakukan ini tahun lalu.”

“Jadi semua ini salah kalian?!” umpat Uncle Vernon. Ludahnya bersemburan. “Kami semua harus menanggung akibatnya karena kementrian bodoh kalian tidak bisa melawan satu orang pe-... penyihir bodoh?” Harry tahu Vernon masih belum bisa mengatakan kata penyihir dengan keras. Namun dia tidak peduli saat ini. Dia juga tidak begitu peduli dengan pendapat pamannya. Dan Petunia juga tampaknya demikian.

“Kita harus pergi dari sini, Vernon. Bagaimana jika raksasa itu sampai ke Surrey?” kata Petunia.

“Tapi kemana kita akan pergi?” tanya Dudley balik.

Uncle Vernon tidak menjawab satupun pertanyaan yang diajukan. Setelah terdiam sebentar, ia membuka mulutnya. Namun, sebelum ia sempat mengeluarkan isi pikirannya, terdengar teriakan dari luar. Sesuatu telah terjadi di luar Privet Drive.

Keempat orang itu bergegas keluar dari rumah untuk melihat apa yang terjadi. Para tetangga tampaknya juga sedang melakukan hal yang sama. Harry melihat sekeliling, pandangannya menerawang jauh sampai semua jalan-jalan yang dapat dijangkau matanya. Tongkat sihirnya teracung siap.

Teriakan-teriakan banyak orang masih terdengar samar-samar. Harry memandang ke ujung jalan Privet Drive. Disana ia melihat sekumpulan muggle—yang dikenalnya sebagai pemilik rumah-rumah di Privet Drive—sedang berlari ke arah keluarga Dursley. Lalu sebuah ledakan keras terjadi, dan semakin banyak orang menjerit. Sebuah mobil terlempar ke udara, jatuh terbakar menimpa sebuah rumah petak bertingkat dua. Dan saat itu, Harry bisa melihat dengan jelas apa yang menjadi penyebabnya.

Dengan ngeri, dia melihat kira-kira ada ratusan inferi yang dengan jelas sudah disihir oleh pelahap maut untuk menyerang dan membunuh orang-orang. Berjalan lambat dengan langkah berat, kumpulan mayat hidup itu mulai memasuki Privet drive dan mendekati keluarga Dursley.

“Ya ampun. Apa itu?” jerit Petunia.

“Kelihatannya seperti Zombie yang di video games.” Kata Dudley dengan nada seperti ingin membuat ibunya merasa lebih baik.

“Semuanya, cepat pergi dari sini!” teriak Harry pada orang-orang di belakangnya. Tapi semua anggota Dursley tidak bergerak sedikitpun, entah karena ketakutan setengah mati atau karena mereka belum menyadari betapa bahayanya situasi sekarang. Malah, mereka bertanya balik pada Harry.

“Apa itu, Harry?” tanya Vernon dengan nada lemah, akhirnya.

“Mereka inferi. Mayat yang disihir jadi hidup. Mereka adalah suruhan Voldemort.” Kata Harry tergesa-gesa.

“Lalu apa yang akan kau lakukan?” tanya Vernon lagi, melirik tongkat ditangan Harry.

“A.. aku akan mencari orang yang menyihir mayat ini. Dia pasti berada disekitar sini. Lagi pula, inferi tidak bisa membuat mobil terlempar ke atas dan meledak. Pasti itu perbuatan penyihir.”

“Tapi bagaimana jika mereka lebih dari satu orang? Dan mayat-mayat ini.. jumlahnya ratusan..” kata Petunia lebih kepada dirinya sendiri. Harry dapat mendeteksi rasa cemas dari suaranya.

Harry tidak sempat mengatakan apa-apa, ketika seorang wanita tua memanggilnya dari belakang.

“Harry! Harry!”

Harry menoleh. Dia melihat Mrs Figg berjalan terpincang-pincang ke arahnya. Beberapa ekor kucing mengikutinya dari belakang.

“Mrs. Figg.” Sahut Petunia sambil mengernyitkan keningnya. Dia tidak suka dengan kekotoran Mrs Figg, begitu juga dengan kucingnya.

“Harry, aku sudah mengirim burung hantu ke kementrian sihir. Mestinya sebentar lagi akan ada Auror yang datang.” Katanya tanpa mempedulikan Petunia.

“Right.” Kata Harry mengangguk, tapi Uncle Vernon menyelanya.

“Burung hantu? Kementrian sihir? Mrs Figg, jangan-jangan, kau juga...” katanya menunjuk Mrs Figg, yang herannya, masih mengacuhkan keluarga itu.

“Nah, Harry. Aku harus membawamu pergi dari sini. Ayo, kita ke tempat aman.”

“Tidak.” Kata Harry tiba-tiba. Semuanya berpaling melihatnya.

“Harry, apa yang kamu lakukan? Dumbledore menugaskanku untuk menjaga keselamatanmu setiap saat. Aku tidak bisa membiarkan kau disini sekarang, tidak dengan semua inferi ini.”

Harry melihat Uncle Vernon masih terpana melihat Mrs Figg, dan mulutnya dalam diam mengucapkan kata ‘Dumbledore?’. Harry juga melihat kerumunan inferi semakin dekat dan semakin banyak orang yang berlari menjauhinya, meninggalkan semua harta benda dan rumah mereka.

“Mrs. Figg. Tolong bawa keluarga Dursley pergi dari sini. Aku akan menyusul.” Lalu Harry berlari menuju inferi itu, mengabaikan panggilan “Harry!” dari Mrs Figg. Uncle Vernon bergegas memaksa semua keluarganya memasuki mobil mereka. Tampaknya ia sudah bertekad untuk lebih memilih nyawanya dari pada rumahnya.

Harry tidak takut. Ia tahu apa yang harus ia lakukan untuk melawan para inferi. Dalam hatinya ia bertanya-tanya, siapakah pelahap maut yang ikut datang bersama inferi ini? Apakah Voldemort datang untuk membunuhnya? Ataukah penyerangan inferi ini hanyalah kebetulan terjadi si Surrey, tempat Anak Lelaki Yang Bertahan Hidup berada?

“Bombarda!” Harry berteriak sambil mengacungkan tongkatnya ke arah para Inferi yang sudah berjarak hanya beberapa meter darinya. Ledakan yang keluar dari tongkat Harry begitu kuat sampai belasan inferi itu terlempar dan terdorong kebelakang, jatuh menimpa mayat-mayat lainnya. Lalu mereka bangun lagi, berjalan lagi dengan tampang mengerikan seakan tidak ada yang mendorong mereka. Hanya saja mayat-mayat itu sekarang mengincar Harry.

Muggle-muggle yang masih belum melarikan diri dari sana, melihat Harry dengan penuh takjub. Harry tahu ia telah melakukan sihir di depan muggle, dan dia tidak peduli, karena dia tahu kementrian sihir sekarang tidak mempedulikan hal itu sekarang, lebih sibuk mengatasi kerusuhan yang disebabkan Voldemort.

Ratusan mayat hidup yang datang bergerombol memadati rumah dan jalan di privet drive kelihatan seperti neraka orang mati. Dudley benar. Ini tampak seperti serangan zombie di malam hari.

“Circulio Flagrate!”

Api merah raksasa menyembur keluar dari tongkat Harry, kemudian bergerak seperti ular dan melingkar mengelilingi Harry sampai 3 kali. Harry menghentakkan tongkatnya, dan dia dikelilingi cincin api raksasa yang mengikuti dia kemana pun dia pergi. Malam itu mendadak terasa terang dan panas. Harry mengingat dengan jelas apa yang dilakukan Dumbledore di gua pada waktu itu. Inferi takut akan cahaya. Mereka takut akan api.

Harry melihat inferi itu menjauhi Harry, tidak berani datang terlalu dekat dengan lingkaran api harry. Memanfaatkan hal ini, Harry berlari ke tengah-tengah ratusan Inferi itu. Lingkaran apinya mengikutinya. Lalu Harry melambaikan tongkatnya membentuk lingkaran diatas kepalanya. Ia berteriak. Mantra itu dengan cepat bekerja.

Lingkaran Api itu membelah dan menyembur menuju inferius-inferius di dekatnya. Harry melihat banyak inferi yang terbakar, dan mayat-mayat itu seperti tersiksa dan tidak bisa mematikan serangan api Harry. Akhirnya mayat-mayat itu menelungkupkan tubuhnya diatas tanah. Terbakar hidup-hidup—atau mati.

Entah dari mana, tiba-tiba sebuah sinar merah menyerang Harry. Harry menghindar tepat waktu.
“Mati kau Potter!” terdengar sebuah suara kasar, namun tidak asing.

Harry tersenyum. Rencananya berhasil. Ia telah menarik perhatian pelahap maut yang datang bersama inferi itu, yang kemungkinan besar juga menyihir dan memerintahkan inferi itu. Harry melihat dari celah di antara lingkaran apinya, sosok seorang penyihir bergerak mendekati Harry. Sampai jarak tertentu, Harry akhirnya mengenalinya.

“Wormtail.” Sahut Harry dengan nada penuh kemarahan. Inilah dia, pengkhianat orang tuanya, penyebab Sirius dipenjarakan selama dua belas tahun, dan penyebab Voldemort bangkit kembali.

“Bodoh sekali kau, Potter. Kupikir akan sulit mencarimu di antara muggle-muggle bodoh ini. Tapi seharusnya aku tahu nyalimu memang besar. Aku tahu kau tidak akan lari begitu saja dari semua kekacauan ini, dan aku berterima kasih untuk itu.” Sahutnya keji. Suaranya masih berciri khas cicit tikus setelah selama ini.

“Kau datang untuk membunuhku?” tanya Harry , tongkatnya teracung siap. “Kupikir Voldemort akan menghabisiku sendirian.”

“Pangeran Kegelapan tidak tahu aku ada disini, Harry. Beliau tidak melihatku sebagai aset yang berharga lagi, belakangan ini. Menyuruhku sembunyi di rumah Snape! Aku tahu aku harus menunjukkan kemampuanku padanya, maka aku menyusun rencana ini. Aku mengumpulkan mayat-mayat selama setahun ini, untuk menjadi pasukanku. Dan aku akan membunuhmu, Harry! Dan Pangeran Kegelapan akhirnya akan mengakuiku sebagai abdinya yang paling setia, dan yang paling berguna.”

“Silakan mencoba. Jika kau bisa!” Harry menembakkan sinar merah ke arah wormtail tiba-tiba. Lingkaran apinya padam seketika.

Wormtail menangkis serangan Harry dan tertawa. Harry tahu dia tidak boleh menganggap remeh Wormtail, bagaimanapun juga, dialah orang yang telah berhasil mengutuk dua belas orang dan membuat ledakan tanpa Sirius sempat mencegahnya.

Wormtail mengangkat tangan peraknya dan mengirim kutukan mematikan ke arah Harry. Kutukan itu meleset dan menghantam rumah Dursley sampai ambruk. Harry melempar tubuhnya ke tanah, berguling dan mengarahkan lagi tongkatnya pada Wormtail dan bergumam ‘Levicorpus!’ dalam pikirannya.

Berhasil! Wormtail terbalik, tergantung dengan satu kakinya tertahan di tengah udara. Tapi tongkat Harry mendadak terbang dari genggamannya. Ternyata Wormtail telah menyucuti senjata Harry tanpa disadari Harry. Harry berlari untuk mengambil tongkatnya. Sementara itu Wormtail merapalkan mantra dengan melambaikan tongkatnya. Lalu terdengar bunyi POP! Dan Wormtail berubah menjadi seekor tikus yang terjatuh ke tanah. Akhirnya dia terlepas dari kutukan itu.

Melihat itu, Harry berlindung di belakang sebuah tembok. Dia tidak akan bisa menang melawan Wormtail tanpa tongkatnya.

Wormtail muncul tiba-tiba di depan Harry, seakan dia tahu benar dimana Harry bersembunyi. Refleks Harry menggarap pasir dan kerikil dengan tangannya dan melemparkannya ke wajah Wormtail. Wormtail berteriak dan menutup matanya yang kemasukan pasir. Mantra yang diluncurkannya pada Harry meleset. Harry menendang Wormtail dengan kedua kakinya. Tongkat Wormtail terlepas dari tangannya.

“Ini untuk ayah dan ibuku!” Sahut Harry sambil meninju wajah Wormtail. Pencarian tongkat pun terlupakan. Harry hanya ingin menyakiti Wormtail separah mungkin.

“Ini untuk Sirius!” Harry menumbuk wajah jelek Wormtail sekuat tenaga. Namun pada saat bersamaan, tangan besi Wormtail dikalungkan di leher Harry.

Harry panik. Dia tidak bisa bernafas. Tangan itu mencengkram begitu kuat sampai Harry menyangka lehernya akan patah dan dia akan mati tanpa merasa sakit.

“Selesai sudah, Harry! Kirim salamku pada James dan Sirius!”

Lalu mendadak, Wormtail terlempar. Tubuh Harry entah bagaimana telah menghasilkan suatu kejutan listrik yang sangat besar. Tangan Wormtail terlepas dan Harry terjatuh dan terengah-engah mengambil nafas.

Sedetik kemudian, tiga inferi menangkap Harry dari belakang. Mereka menarik Harry yang sudah kehilangan tenaga. Tampaknya mayat-mayat itu akan mencabik-cabik tubuh Harry. Diatas ketidakberdayaannya, Harry melihat akhir hidupnya mendekat. Wormtail mendekatinya dengan tongkat teracung tepat padanya. Harry terpojok.

“Avada Ke..”

“Impedimenta!”

Sekali lagi Wormtail terlempar. Harry berpaling dan —harapannya tiba-tiba meluap— dia melihat Hermione Granger berlari ke arahnya. Sinar terang muncul dari ujung tongkatnya, membuat wajahnya yang penuh ketakutan terlihat jelas. Lupin dan Ron muncul di belakang Hermione. Ron menggunakan tongkatnya dan mengirim sebuah mantra dari jauh. Harry merasa inferi-inferi itu terlepas darinya. Ron dan Hermione menghampirinya, membantu Harry berdiri.

“Hey.” Sapa Harry sambil nyengir pada kedua sahabatnya, yang memandang Harry dengan takut. Tubuh Harry dilumuri keringat, tanah dan darah.

“Apa yang kau pikirkan melawan ini semua?” tanya Hermione sebal. “Kau hampir mati, Harry.”

“Well, kan ada kamu yang menyelamatkan nyawaku, Hermione. Thanks Ron.”

Ron nyengir dan takjub melihat banyak mayat yang terbakar ditanah. Hermione mulai berbicara lagi tapi Harry tidak mendengarnya. Ia melihat Lupin mendekati Wormtail dengan tongkat teracung tepat ke jantungnya.

“Halo, Peter!” Harry bisa melihat ekspresi wajah Lupin ketika melihat Wormtail.

“Oh, Remus... temanku.”

“Kau bukan temanku, pengkhianat. Kau telah membuat Voldemort kembali, dan kali ini aku akan benar-benar membunuhmu.”

“Remus.. maafkan aku. Kau tidak tahu apa yang harus kami lakukan untuk bertahan hidup.. Sebagai pelahap maut..” Tiba-tiba Wormtail bertransformasi menjadi tikus dan mencoba untuk kabur.

“Awas!” teriak Harry pada Lupin, yang ternyata sudah memperkirakan hal itu.

Wormtail kembali menjadi manusia lagi, dia tersungkur di tanah dan menatap Lupin putus asa...

“Avada Kedavra!” sahut Lupin sambil memandang mata Wormtail dengan penuh kesedihan.

Wormtail tumbang. Tangan besinya menghantam tanah sama kerasnya dengan tubuhnya. Harry, Ron, dan Hermione memandang Lupin dengan kaget. Bersamaan dengan itu, semua inferi di sana ikut jatuh dan kembali tak bernyawa. Sihir di tubuh mereka telah ikut musnah.

Keheningan setelah kematian Wormtail berlangsung cukup lama. Kemudian Lupin berbalik dan berkata singkat pada Harry, “Ayo, Harry. Kita pergi.”

Harry menurut. Ron mengikuti Harry dari belakang. Matanya menatap sekilas rumah Dursley yang sudah runtuh sebagian.

“Blimey, Harry. Lihat rumah pamanmu!”

Harry memandang rumah itu sekilas dan membayangkan apa reaksi Uncle Vernon ketika ia kembali ke rumah hancurnya dengan ratusan mayat di pekarangannya.

Mau tidak mau, Harry tersenyum juga.

--------------------------------------
to be continued...

No comments: